cek in

Jumat, 21 November 2014

SISTEMATIKA PENGORGANISASIAN DAN JENIS KERTAS KERJA by.






SISTEMATIKA PENGORGANISASIAN DAN JENIS JENIS KERJA

Setelah seluruh kertas kerja selesai disusun, kertas kerja harus didokumentasikan dan diarsip. Untuk membuat dokuumen kertas kerja berlaku ketentuan bahwa bahwa kertas kerja dipilah menjadi dua yaitu :
1.      Kertas kerja permanen (permanen file).
Kertas kerja dikategorikan permanenpapbila informasi pada kertas kerja tersebut mempunyai kegunaan dan dapat digunakan untuk penugasan audit tahun tahun berikutnya.
a.       Kertas kerja berhubungan dengan aspek legal (hukum) klien missal copy akte pendirian perusahaan dan akte akte perubahan, sejarah perusahaan, berita acara rapat pemegang saham dewan komisaris, dewan direksi, akad kredit dengan bank, kontrak kontrak perjanjian perjanjian dll
b.      Kertas kerja yang berhubungan dengan gambaran umum klien seperti daftar produk yang dihasilkan, daftar cabang, bagan alur produksi dll
c.       Kertas kerja yang berhubungan dengan struktur pengendalian intern seperti daftar otorisator dan batas wewenangnya, daftar akun, pedoman system operasi dan prosedur, bagan organisasi dan deskripsi pekerjaan, hasil internal control questioninnare dll
d.      Kertas kerja tahun lalu yang dianggap penting untuk tahun berikutnya.
2.      Kertas kerja tahun berjalan (current file)
Kertas kerja dikategorikan current apabila informasi pada kertas kerja tersebut hanya relevan untuk tahun buku yang diaudit. Jenis kertas kerja yang dikategorikan ini adalah:
a.       Program audit yang mencangkup pengujian pengendalian dan substantive
b.      Informasi umum seperti perhitungan materialitas dan resiko yang berhubungan dengan audit dll
c.       Kertas kerja neraca saldo. Jika tidak menggunakan kertas neraca saldo dapat diganti dengan kertas kerja neraca dan laba rugi. Kertas kerja neraca saldo merupakan top (lead) schedule. ia berisi seluruh akun yang digunakan dalam akuntansi keuangan.
d.      Jurnal penyesuaian dan reklasifikasi memuat seluruh jurnal koreksi atas perhitungan dan klasifikasi yang material. Jurnal koreksi harus diketahui dan disetujui oleh klien.
e.       Kertas kerja utama adalah kertas kerja yang berisi informasi yang lebih ringkas yang memerlukan dukungan yang memuat informasi yang lebih rinci. Contoh kertas kerja ini adalah kertas kerja neraca yang mesti didukung oleh kertas kerja asset lancar, asset tetap, asset hutang dll.
f.       Kertas kerja pendukung. Contoh kertas kerja ini adalah daftar daftar, rincian, konfirmasi, prosedur analitis, berita acara stock opname.
g.      Kertas kerja korespondensi yang berisi surat menyurat dan dokumen lain yang tidak termasuk kategori diatas.

KEPEMILIKAN DAN PENYIMPANAN KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah dokumen yang berisikan data dan keterangan yang diperoleh selama tahap audit prosedur audit dan pengujian yang dilakukan serta kesimpulan yang ditarik. Kertas kerja dibuat oleh auditor dengan sumber data dan pengujian banyak berasal dari aktivitas, catatan dan dokumen klien.
Untuk mengatur masalah kepemilikan kertas kerja, paragraph 06 SAS 339 menetuksn kepemilikan kertas kerja brada pada kantor dimana auditor bekerja, bukan milik klien dan bukan milik pribadi auditor. Khusus KAP, meskipun kepemilikan kertas kerja berada KAP, namun mereka harus mengindahkan hal berikut:
a.       Kewajiban menjaga informasi rahasia klien.
Paragraph 06 SAS 339 mewajibkan KAP mematuhi kode etik akuntan Indonesia untuk mencegah penggunaan hal hal yang bersifat rahasia untuk tujuan yang tidak semstinya. Pasal 4 kode etik akuntant Indonesia mewajibkan auditor untuk menjaga kerahasiaan informasi yang didapat dalam penugasan penugasan serta tidak boleh mengungkapkan dan memanfaatkan informasi tersebut tanpa seijin klien, kecuali dikehendaki oleh norma profesi, hukum atau Negara
b.      Pengecualian dalam menjaga informasi rahasia klien.
Dalam hal hal tertentu sesuai paragraph 09 SAS 339 Auditor diperbolehkan menyampaikan informasi klien kepada pihak lain:
1.      Auditor wajib memberikan informasi yang diminta auditor pajak dimana informasi tersebut diatur dalam pasal 35 UU tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KUP). Kewajiban merahasiakan ditiadakan oleh UU KUP. Jika ketentuan ini tidak diindahkan KAP oleh pasal 41A UU KUP akan dikenakan sanksi pidana penjara selama lamanya satu tahun dan denda setinggi tingginya 5 juta.
2.      Auditor wajib memberikan informasi yang diminta penyidik, jaksa dan hakim dimana informasi tersebut berkenaan dengan klienya tanpa harus lebih dahulu meminta persetujuan klien.
3.      Dalam rangka menilai kualitas audit dan kepatiuhan terhadap standart auditing, auditor khususnya KAP yang terdaftar pada FAPM mesti memperlihatkan kertas kerja kepada KAP yang melakukan peer review.
Auditor pendahulu dapat memperlihatkan kertas kerja kepada auditor pengganti dan menjawab surat pemberitahuan dari auditor pengganti tentang adanya keberatan professional, setelah memperoleh persetujuan dari klien sebagaimana diatur dalam Pernyataan Etika Profesi NO 5 tentang komunikasi antar akuntan publik

PRODUCT LIFE CYCLE untuk manag. pemasaran

life cycle product untuk kul manag. pemasaran. by. Nanda t



PRODUCT LIFE CYCLE

Product Life Cycle adalah suatu konsep penting yang memberikan pemahaman tentang dinamika kompetitif suatu produk. Seperti halnya dengan manusia, suatu produk juga memiliki siklus atau daur hidup. Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini yaitu suatu grafik yang menggambarkan riwayat produk sejak diperkenalkan ke pasar sampai dengan ditarik dari pasar . Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini merupakan konsep yang penting dalam pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika bersaing suatu produk. Konsep ini dipopulerkan oleh levitt (1978) yang kemudian penggunaannya dikembangkan dan diperluas oleh para ahli lainnya.
Ada berbagai pendapatan mengenai tahap – tahap yang ada dalam Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) suatu produk. Ada yang menggolongkannya menjadi introduction, growth, maturity, decline dan termination. Sementara itu ada pula yang menyatakan bahwa keseluruhan tahap – tahap Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) terdiri dari introduction (pioneering), rapid growth (market acceptance), slow growth (turbulance), maturity (saturation), dan decline (obsolescence). Meskipun demikian pada umumnya yang digunakan adalah penggolongan ke dalam empat tahap, yaitu introduction, growth, maturity dan decline.
Menurut Basu Swastha (1984:127-132), daur hidup produk itu di bagi menjadi empat tahap, yaitu
 :
1. Tahap perkenalan (introduction). pada tahap ini, barang mulai dipasarkan dalam jumlah yang besar walaupun volume penjualannya belum tinggi. Barang yang di jual umumnya barang baru (betul-betul baru) Karena masih berada pada tahap permulaan, biasanya ongkos yang dikeluarkan tinggi terutama biaya periklanan. Promosi yang dilakukan memang harus agfesif dan menitikberatkan pada merek penjual. Di samping itu distribusi barang tersebut masih terbatas dan laba yang diperoleh masih rendah.

2. Tahap pertumbuhan (growth). Dalam tahap pertumbuhan ini, penjualan dan laba akan meningkat dengan cepat. Karena permintaan sudah sangat meningkat dan masyarakat sudah mengenal barang bersangkutan, maka usaha promosi yang dilakukan oleh perusahaan tidak seagresif tahap sebelumnya. Di sini pesaing sudah mulai memasuki pasar sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperluas dan meningkatkan distribusinya adalah dengan menurunkan harga jualnya.

3. Tahap kedewasaan (maturity) Pada tahap kedewasaan ini kita dapat melihat bahwa penjualan masih meningkat dan pada tahap berikutnya tetap. Dalam tahap ini, laba produsen maupun laba pengecer mulai turun. Persaingan harga menjadi sangat tajam sehingga perusahaan perlu memperkenalkan produknya dengan model yang baru. Pada tahap kedewasaan ini, usaha periklanan biasanya mulai ditingkatkan lagi untuk menghadapi persaingan.

4. Tahap kemunduran (decline) Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan harus di ganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini, barang baru harus sudah dipasarkan untuk menggantikan barang lama yang sudah kuno. Meskipun jumlah pesaing sudah berkurang tetapi pengawasan biaya menjadi sangat penting karena permintaan sudah jauh menurun.Apabila barang yang lama tidak segera ditinggalkan tanpa mengganti dengan barang baru, maka perusahaan hanya dapat beroperasi pada pasar tertentu yang sangat terbatas' Altematif-alternatif yang dapat dilakukan oleh manajemen pada saat penjualan menurun antara lain:

a. Memperbarui barang (dalam arti fungsinya).
b. Meninjau kembali dan memperbaiki progrcm pemasaran serta program produksiny a agar lebih efisien.
c. Menghilangkan ukuran, warna, dan model yang kurang baik.
d. Menghilangkan sebagian jenis barang untuk mencapai laba optimum pada barang yang sudah ada.
e. Meninggalkan sama sekali barang tersebut.

Strategi Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) Bila Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) dianggap sebagai nilai strategik bagi suatu perusahaan, maka manajernya harus dapat menentukan dimana posisi Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) produknya. Identifikasi tahapan Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini dapat ditentukan dengan kombinasi tiga faktor yang menunjukan ciri status produk dan membandingkan hasilnya dengan pola yang umum. Tahap Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) suatu produk dapat ditentukan dengan mengidentifikasikan statusnya dalam market volume, rate of change of market volume.

Dalam keempat tahap dari analisa Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini memiliki beberapa strategi (Kotler 1997) yaitu :

1. Tahap Perkenalan (Introduction)
a. Strategi peluncuran cepat (rapid skimming strategy) Peluncuran produk baru pada harga tinggi dengan tingkat promosi yang tinggi. Perusahaan berusaha menetapkan harga tinggi untuk memperoleh keuntungan yang mana akan digunakan untuk menutup biaya pengeluaran dari pemasaran.
b. Strategi peluncuran lambat (slow skimming strategy) Merupakan peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi. Harga tinggi untuk memperoleh keuntungan sedangkan sedikit promosi untuk menekan biaya pemasaran.
c. Strategi penetrasi cepat (rapid penetration strategy) Merupakan peluncuran produk pada harga yang rendah dengan biaya promosi yang besar. Strategi ini menjanjikan penetrasi pasar yang paling cepat dan pangsa pasar yang paling besar.
d. Strategi penetrasi lambat (slow penetration strategy) Merupakan peluncuran produk baru dengan tingkat promosi rendah dan harga rendah. Harga rendah ini dapat mendorong penerimaan produk yang cepat dan biaya promosi yang rendah.

2. Tahap Pertumbuhan (Growth) Selama tahap pertumbuhan perusahaan menggunakan beberapa strategi untuk mempertahankan pertumbuhan pasar yang pesat selama mungkin dengan cara:
a. Meningkatkan kualitas produk serta menambahkan keistimewaan produk baru dan gaya yang lebih baik.
b. Perusahaan menambahkan model – model baru dan produk – produk penyerta (yaitu, produk dengan berbagai ukuran, rasa, dan sebagainya yang melindungi produk utama)
c. Perusahaan memasuki segmen pasar baru.
d. Perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki saluran distribusi yang baru.
e. Perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk (product awareness advertising) ke iklan yang membuat orang memilih produk (product preference advertising)
f. Perusahaan menurunkan harga untuk menarik pembeli yang sensitif terhadap harga dilapisan berikutnya.

3. Tahap Kedewasaan (Maturity)
a. Perusahaan meninggalkan produk mereka yang kurang kuat dan lebih berkonsentrasi sumber daya pada produk yang lebih menguntungkan dan pada produk baru.
b. Memodifikasi pasar dimana perusahaan berusaha untuk memperluas pasar untuk merek yang mapan.
c. Perusahaan mencoba menarik konsumen yang merupakan pemakai produknya.
d. Menggunakan strategi peningkatan keistimewaan (feature improvement) yaitu bertujuan menambah keistimewaan baru yang memperluas keanekagunaan, keamanan atau kenyaman produk.
e. Strategi defensif dimana perusahaan untuk mempertahankan pasar yang mana hasil dari strategi ini akan memodifikasi bauran pemasaran.
f. Strategi peningkatkan mutu yang bertujuan meningkatkan kemampuan produk, misalnya daya tahan, kecepetan, dan kinerja produk.
g. Strategi perbaikan model yang bertujuan untuk menambah daya tarik estetika produk seperti model, warna, kemasan dan lain – lain.
h. Menggunakan take-off strategy yang mana marupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mencapai fase penerimaan konsumen baru, strategi ini dapat memperbaharui pertumbuhan pada saat produk masuk dalam kematangan.

4. Tahap Penurunan (Decline)
a. Manambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi persaingan yang baik.
b. Mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada produk
c. Mencari pasar baru
d. Tetap pada tingkat investasi perusahaan saat ini sampai ketidakpastian dalam industri dapat diatasi
e. Mengurangi investasi perusahaan secara selesktif dengan cara meninggalkan konsumen yang kurang menguntungkan.
f. Harvesting strategy untuk mewujudkan pengembalian uang tunai secara cepat
g. Meninggalkan bisnis tersebut dan menjual aset perusahaan.

Istilah basel dalam resiko perbankaan




Istilah basel by. Nanda T


ISTILAH BASEL DALAM RESIKO PERBANKAN

Basel adalah fungsi yang digunakan  untuk pertimbangan serangkaian kebijakan bank sentral dari seluruh dunia. Sebelum masuk ke pembahasan basel terlebih dahulu kita mengetahui arti pentingnya modal untuk bank. Bank merupakan suatu penghubung uang dengan orang, yang dapat diartikan bank sebagai penyalur uang  nasabah dan uang tersebut dapat digunakan oleh nasabah lain. Bank pun perannya sangat penting untuk masyarakat dalam menyimpan, menyalurkan dana dan menginvestasikan dana masyarakat, untuk itu bank harus memiliki reputasi yang tinggi dalam sisi modal untuk bank itu sendiri. Pentingnya peran bank dalam melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar maka harus diatur dengan baik dan benar. Hal tersebut dilakukan agar kepercayaan nasabah terhadap aktivitas perbankan tidak berkurang. Salah satu upaya yang dilakukan agar tetap mendapat kepercayaan dari nasabahnya, maka harus diperhatikan dalam hal modal bank tersebut, agar tidak terjadi kerugian di waktu yang akan datang. Pada tahun 1988,dikenal istilah the 1988 accord (basel 1) Komite Basel (BCBS) di Basel , Swiss. BCBS dapat digunakan sebagai persyaratan minimum Bank dalam hal modal. Sistem ini dibuat  sebagai penerapan kerangka pengukuran risiko kredit dengan memberikan syarat 8% untuk standard modal minimum.  Dan pada tahun 1992 ditegakkan oleh hukum dalam Kelompok Sepuluh “Group of Ten” (G-10). Basel I sekarang luas sehingga dipandang sebagai ketinggalan zaman. Dunia telah berubah sebagai konglomerat keuangan (kaya dalam hal keuangan), inovasi keuangan dan manajemen risiko yang telah dikembangkan, sehingga dikembangkan konsep permodalan baru untuk menyempurnakan permodalan bank yang ada pada tahu tersebut yang lebih komprehensif, yang dikenal sebagai Basel II. Sedangkan dalam proses pelaksanaan oleh beberapa negara dan untuk yang terbaru dalam menanggapi krisis keuangan digambarkan sebagai Basel III.




Basel I, yaitu tahun 1988 Basel Accord digunakan sebagai serangkaian kebijakan bank dan difokuskan pada risiko kredit. Aset bank diklasifikasikan dan dikelompokkan dalam lima kategori menurut risiko kredit, membawa bobot risiko nol (untuk negara misalnya rumah hutang negara ), sepuluh, dua puluh, lima puluh, dan sampai seratus persen (kategori ini, sebagai contoh, sebagian besar hutang perusahaan). Bank dengan kehadiran internasional wajib memiliki modal sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko. Penciptaan credit default swap setelah Exxon Valdez insiden membantu bank – bank besar, risiko nilai pinjaman dan memungkinkan bank untuk menurunkan risiko mereka sendiri untuk mengurangi beban berat pembatasan ini.
Sejak tahun 1988, kerangka kerja ini telah diperkenalkan secara progresif di negara-negara anggota G-10, saat ini terdiri dari 13 negara, Kerajaan dan Amerika Serikat .
Sebagian besar negara lainnya, saat ini berjumlah lebih dari 100, juga telah diadopsi.
Basel II  merupakan perkembangan yang lebih komprehesif dalam hukum dan ketentuan perbankannya yaitu penyempurnaan dari Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Basel II ini diterbitkan pada bulan juni 2004 yang bertujuan untuk menciptakan sebuah standard internasional untuk mengontrol beberapa kebutuhan modal bank – bank dalam menyisihkan modal tersebut untuk menjaga jeis keuangan dan risiko yang akan dialami dalam pengoperasian modal bank.
Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu – waktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam Basel II ini lebih fokus untuk menjaga konsistensi peraturan yang cukup sehingga hal ini tidak menjadi sumber ketidaksetaraan antara bank – bank internasional dari  jenis masalah yang mungkin akan timbul dikemudian hari dan berupaya dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas dan solvabilitas bank tersebut serta stabilitas ekonomi.
Secara politis, sulit untuk menerapkan peraturan Basel II dilingkungan peraturan sebelum 2008 dan menimbulkan kemajuan yang lambat sampai krisis perbankan yang terjadi yang disebabkan sebagian besar oleh credit swap, hipotek keamanan yang berbasis pasar dan derivatif.

Basel II mengusung konsep “tiga pilar” yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan pengawasan, serta pengungkapan informasi. Pada Basel I sebelumnya hanya memperhatikan sebagian dari masing-masing pilar ini. Basel I hanya memperhitungkan risiko kredit secara sederhana, mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko operasional.
Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal (regulatory capital) yang diperhitungkan untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko pasar, serta risiko operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan pada tahap ini.
Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda berdasarkan tingkat kerumitannya, yaitu pendekatan standar (standardized approach), Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Sedangkan pendekatan yang biasanya dipilih untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).
Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama yang memberikan tindak lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank. Seperti risiko sistemik, risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu.
Pilar ketiga memperbesar pengungkapan yang harus dilakukan bank. Hal ini dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih baik bagi pasar mengenai posisi risiko menyeluruh bank dan untuk memberikan kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan harga dan menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.

Jadi Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.